JALLALUDIN El-RUMI : EVOLUSI ROH -2

JALLALUDIN ei-RUMI : EVOLUSI ROH 
Apakah mineral, tumbuh-tumbuhan memiliki roh ?. Seorang sufi terkemuka Jallaludin el-Rumi di awal abad ke 13 telah memahami evolusi roh manusia, sehingga beliau berkata: “Aku mati sebagai mineral, dan menjelma sebagai tumbuhan, aku mati sebagai tumbuhan, dan lahir kembali sebagai binatang. Aku mati sebagai binatang dan menjelma sebagai  manusia. Kenapa aku harus takut?. Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku. Sekali lagi, aku masih harus mati sebagai manusia, dan lahir di alam para malaikat. Bahkan setelah menjelma sebagai malaikat, aku masih harus mati lagi”.

Pada tanaman terdapat zat hidup, kala tanaman kehilangan zat hidupnya, maka dia akan layu dan mati. Zat hidup itu sering dinamakan roh. lmuwan Sir Jagdish Chandra Bose mulai melakukan percobaan pada tanaman di tahun 1900. Ia menemukan bahwa setiap tanaman dan setiap bagian dari tanaman memiliki sistem saraf yang peka dan dapat bereaksi.



Di Jawa (apalagi di  Bali), terdapat tradisi memberikan sajen atau sesaji. Sesungguhnya ini bukanlah perilaku syirik atau menyekutukan Tuhan. Sebab, maksud dari sesaji sebenarnya merupakan suatu upaya harmonisasi melalui jalan spiritual yang kreatif untuk menyelaraskan dan menghubungkan antara daya aura magis manusia dengan seluruh ciptaan Tuhan yang saling berdampingan di dunia ini, khususnya kekuatan alam maupun makhluk gaib. Dengan kata lain, sesaji merupakan harmonisasi manusia dalam dimensi horizontal terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan.  

Masyarakat  Bali (yang beragama Hindu) melaksanakan filsafat hidup yang disebut Tri Hita Karana, suatu sikap hidup yang menjaga hubungan yang harmonis dengan Tuhan, menjaga hubungan yang harmonis dengan sesama manusia dan komunitas sekitar, serta menjaga hubungan yang harmonis dengan  lingkungan, yakni alam yang terlihat dan alam yang tidak terlihat. Alam yang terlihat seperti  batu, tanah, gunung, sungai, laut, hewan, tumbuhan,dan lain-lain. Dan alam yang tidak terlihat, ini merupakan alam lain selain alam tempat kita tinggal, di sini artinya kita harus menghormati keberadaan alam lain dan menjaga suatu keharmonisan antara keduanya.

Khusus untuk menjaga keharmonisan antara manusia dengan alam, masyarakat Bali malahan punya hari khusus untuk menghormati tumbuh-tumbuhan. Namanya Tumpek Pengatag atau Tumpek Bubuh, jatuh setiap 210 hari sekali, 25 hari sebelum hari raya Galungan. Meskipun ini berbau animisme, tapi pada akhirnya dunia (PBB) mengikutinya dengan menetapkan Hari Lingkungan Hidup, yang diperingati setiap tanggal 5 Juni. Animismekah peringatan ini ??. Sepertinya tidak, karena tidak ada pemujaan terhadap pohon/tanaman.


Tapi perilaku  yang memiliki nilai kearifan (wisdom) yang tinggi telah banyak ditinggalkan oleh orang Jawa dan Sunda sendiri. Bentuk persembahan pada tingkat tata lahir  yang  dimanifestasikan dalam berbagai kearifan budaya yang menampilkan berbagai keindahan tradisi, misalnya upacara ruwat bhumi dan sebagainya. Atau berbagai upacara kidungan, ritual gamelan, bedhaya ketawang, dan seterusnya yang tujuan utamanya untuk  keseimbangan dan keselarasan jelas sekali jauh dari tuduhan subyektif musyrik.  Karena jelas bahwa ia sebagai bentuk konkritisasi doa kepada Tuhan untuk mohon keselamatan bagi alam semesta dan seluruh isinya.

DINAMISME.
Dinamisme (dalam kaitan agama dan kepercayaan) adalah pemujaan terhadap roh nenek moyang. . Ketinggian taraf hidup saja masih belum mampu mencegah pemujaan roh nenek moyang. Pemahaman bahwa roh orang yang telah mati, tetap hidup, telah menunjang banyaknya pemuja roh nenek moyang di berbagai zaman. Kepercayaan tersebut didasari anggapan bahwa setelah meninggal, roh seseorang tidak akan lenyap, melainkan akan tetap ada  di alamnya. Dalam masyarakat Jawa pendewaan dan pemitosan roh nenek moyang melahirkan penyembahan roh nenek moyang (ancestor worship) yang pada akhirnya melahirkan hukum adat dan relasi-relasi  pendukungnya. Dengan upacara-upacara selamatan, roh nenek moyang menjadi sebentuk dewa pelindung bagi keluarga yang masih hidup. Seni pewayangan dan gamelan dijadikan sebagai sarana upacara ritual keagamaan untuk mendatangkan roh nenek moyang. (Alfaa Andromeda, Animisme dan Dinamisme Dalam Budaya Jawa). Komunikasi pun tetap bisa berlangsung melalui berbagai media,  misalnya melalui mimpi (puspa tajem), suara hati nurani, bisikan gaib setelah tirakat khusus, atau dapat berkomunikasi langsung dengan para leluhur dengan cara membangkitkan kemampuan mata ketiga atau indera keenam.



Keyakinan tentang roh orang yang telah meninggal masih tetap hidup dialamnya, terlihat dengan masih tetap terlaksananya tradisi berkunjung ke makam pada waktu-waktu tertentu secara teratur.  Dan setelah penguburan mayat juga ada peringatan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari, dan sebagainya.  Ada juga yang menyebutkan bahwa dinamisme adalah kepercayaan yang mempercayai  kekuatan yang abstrak yang berdiam pada suatu benda. Istilah tersebut disebut dengan mana.

Dalam kepercayaan Dinamisme, Novi Effendi, dalam artikelnya “Tinggalkan Segala Tradisi Yang Syirik”, memberikan beberapa contoh perbuatan syirik, antara lain :
1. Tradisi Memperingati Hari Kematian, bahwa arwah yang telah dicabut dari jasadnya akan gentayangan disekitar rumah selama tujuh hari (7), kemudian setelahnya akan meninggalkan tempat tersebut akan kembali pada hari ke empat puluh hari, hari keseratus setelah kematian dan pada hari keseribunya setelah kematian.

2. Tradisi Nasi Tumpeng, Masyarakat di pulau Jawa, Bali dan Madura memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang).  Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.
3.  Hubungan dengan leluhur itu sesungguhnya seperti halnya hubungan dengan guru, orang tua, saudara, kakek-nenek atau tetangga yang masih hidup yang sering kita mintai tolong. Perbedaannya hanyalah sekedar yang satu masih memiliki jasad kotor karena masih tinggal di bumi, sedangkan leluhur kita sudah meninggalkan jasad kotornya.

Dari Berbagai Sumber

Belum ada Komentar untuk "JALLALUDIN El-RUMI : EVOLUSI ROH -2"

Posting Komentar

Add